Jalur Hidup Normal itu ternyata tidak cocok untukku...
Lagi-lagi berbicara brokenhome survivor. Kehidupan yang banyak orang hindari tapi sayangnya itu bukan menjadi pilihannya untuk menjadi penyintas atau bukan.
Kehidupan yang harus dilalui oleh brokenhome survivor tentu saja tidak mudah, apalagi bagi perempuan yang hidup di tengah lingkungan yang masih cukup patriarki. Kebutuhan akan sosok ayah seakan menjadi penting ketika anak itu tumbuh menjadi seorang wanita dewasa. Padahal, peran orang tua atau ayah sudah sejak lama hilang dari hidupnya. Bagaimana bisa dia dengan gampangnya menerima bahwa hidupnya kelak akan ditentukan sah/tidak hanya dari seorang yang menyumbang sedikit kehidupan.
Bagi brokenhome survivor, ada banyak penerimaan dan kompromi yang harus diterima dan ditelan sendiri. Kehidupan normal orang lain tidak bisa serta merta menjadi contoh bagi kehidupannya. Toh permulaannya saja sudah berbeda.
Sebelum melangkah lebih jauh, ada banyak pertimbangan yang harus dipikirkan oleh seorang broken survivor. Apakah ia akan diterima? apakah keluarganya layak berdampingan dengan keluarga lain? apakah tidak akan ada statement negatif yang akan muncul terhadap keluarganya? akankah orang-orang akan menerima dengan tulus kondisi keluarganya? Pertanyaan-pertanyaan yang tentu saja keluarga cemara tidak perlu pikirkan.
Beban masa lalu, beban keluarga menjadi batu besar bagi seorang brokenhome ketika akan melangkah. Syukur-syukur jika ia bisa survive, jika tidak? ia akan merasa terasing lalu menyendiri, hilang seperti bisingnya kemerlap kota di subuh hari.
Komentar
Posting Komentar